Selasa, 30 Desember 2008

MASYARAKAT DAN TELEPATI

Mungkin tidak pernah terpikir oleh manusia awam sebelumnya untuk dapat berkomunikasi dengan jarak yang sangat jauh bahkan berjuta kilometer, atau kita hanya pernah melihatnya semasa kecil dulu di film-film kolosal seperti pendekar-pendekar sakti yang dapat berbicara dengan temannya di seberang pulau dengan menggunakan telepati atau kekuatan kedigjayaan. Ternyata sekarang hal itu dapat terwujud dengan hadirnya inovasi mutakhir abad 20 dengan ditemukannya media komunikasi jarak jauh berupa Handphone.
Awalnya yang memiliki fasilitas telekomunikasi ini hanya segelintir orang yang identik kaya, bisnismen atau pejabat dan dipandang mewah, namun dewasa ini melihat masyarakat mencet-mencet handphonenya di kantor, sekolah, kampus dan ditempat umum bukanlah hal yang luar biasa lagi.
Saya teringat ketika berkunjung ke pedalaman Kalimantan tiga tahun yang lalu tepatnya di Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan selatan. Masyarakat yang terkenal dengan suku dayak meratus ini sudah akrab dengan yang namanya Handphone.
Masyarakat Loksado sebagian besar bekerja sebagai petani cabe, kemiri, kayu manis, bahkan kadang-kadang berburu sarang wallet. Samsuni salah satu warga yang kerap mengirim barangnya ke kota Banjarmasin merasa sangat terbantu oleh kehadiran alat komunikasi abad 20 itu. Sekarang ia dapat memperluas relasinya ke berbagai daerah. Disamping itu ia juga sangat puas dengan layanan yang diberikan berupa harga yang relative murah dan terjangkau.
Lain Samsuni, lain lagi penjual bakso langganan saya, sebut saja mas Karyo. Saya sempat kaget melihat orang yang satu ini, walau hidupnya cukup pas-pasan ternyata dia punya Handphone yang malah lebih cangih dari punya saya, sempat terbesit dibenak saya “Tukang jual Bakso aja punya Hp lebih canggih dari punya saya yang mahasiswa lagi.”
Kini dengan perkembangan yang semakin pesat, media komunikasi jarak jauh ini semakin dibutuhkan oleh segenap khalayak, dan bahkan tidak hanya orang kaya saja tapi orang pedalaman seperti Samsuni dan tukang jual bakso seperti mas Karyo pun sudah bisa menggunakannya. Jika kita melihat kurang lebih delapan tahun kebelakang harga Handphone dan biaya untuk operator penyedia layanannya relative sangat mahal sehinga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menggunakannya. Sekarang harga tersebut sudah relative murah karena banyaknya operator Handphone yang mulai bermunculan.
Di Indonesia layanan operator Handphone ada dua jenis yakni GSM dan CDMA dan memiliki lebih dari sepuluh operator. Tentu saja hal ini menawarkan banyak pilihan bagi masyarakat. Para rodusen layanan berlomba-lomba menawarkan layanannya sehingga terjadi perang harga adu murah. Namun kadang kala harga murah yang ditawarkan tersebut memang sesuai dengan kwalitas jaringan. Konsumn sering mengeluh kepada operator yang menawarkan harga murah terkait gangguan jaringan yang sering terjadi. Hal ini tentu memberikan efek jera bagi konsumen. Memang yang namanya manusia tak ada puasnya, tapi hal ini hendaknya juga menjadi catatan bagi para operator untuk meningkatn kwalitas layanannya.
Tidak hanya sebatas menelpon saja, sekarang media komunikasi merambat kedunia maya internet dan fasilitas 3G yang sangat mutakhir. Layanan ini sangat membantu bagi para pihak yang memerlukan kecepatan dan keakuratan informasi terutama masyarakat terpelajar khususnya mahasiswa. Fasilitas Internet yang dapat diakses lewat telpon genggam ini perlahan tapi pasti merubah gaya belajar mahasiswa yang semakin modern dan dinamis. Selain itu teman saya menceritakan bahwa dia sekarang tidak bisa lagi membolos sekolah karena orang tuanya selalu mengawasinya lewat media 3G, “aku ketahuan kalau ga ada disekolah, karena ortu sering nelpon pake 3G.” ungkapnya.
Saya pikir untuk masa kedepan ini akan terus ada perkembangan dan inovasi-inovasi terbaru sehingga akan lebih memudahkan masyarakat untuk berinteraksi jarak jauh. Apalagi media ini sangat berperan penting dalam hal pembangunan dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Hafiez Sofyani. UMM

Kamis, 25 Desember 2008

Said bin Jubair, potret keteguhan seorang ulama

Topik: Kisah Kaum Salaf
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Hajjaj bin Yusuf diamanahkan untuk menjadi Wakil Gubernur Baghdad. Namun pada waktu itu orang yang membela kebenaran dianggap ingkar.

Sabili No.03 Th.X

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Hajjaj bin Yusuf diamanahkan untuk menjadi Wakil Gubernur Baghdad. Namun pada waktu itu orang yang membela kebenaran dianggap ingkar. Mencegah kezaliman berarti pemberontak, dan mengungkapkan perasaan disebut pengkhianat. Sa'id bin Jubair, salah seorang ulama pada masa mendapatkan cap semua itu.

Setelah beberapa hari dalam pencarian, akhirnya Sa'id bin Jubair dapat ditemukan dan dibawa ke Baghdad untuk dihadapkan kepada wali yang zalim. Setiba di istana terjadilah dialog antara bin Jubair dan Hajjaj bin Yusuf.

"Siapa nama Anda?" tanya Hajjaj. Sa'id bin Jubair (yang bahagia anak orang yang teguh, red)," jawab Sa'id.

"Tidak, namamu yang layak adalah Syaqiy bin Kusair (si celaka anak si pecah, red)," hardik sang wakil gubernur. Mendengar demikian dengan tegas Sa'id berkata, "Yang memberi nama adalah orang tuaku, bukan Anda. Anda tidak berhak mengubahnya."

Belum lagi Sa'id selesai bicara, tiba-tiba Hajjaj menyelanya, "Celakalah kamu dan ibu bapak kamu yang memberi nama seperti itu."

"Anda tidak dapat mencela seperti itu. Hanya Allah Yang Maha Kuasa."

"Diam! Jangan banyak bicara! Saya akan kirim kamu ke neraka."

"Jika saya tahu bahwa Anda berkuasa menentukan tempatku di akhirat, tentu sejak dari dulu saya menyembah Anda."

"Bagaimana pendapatmu tentang Ali bin Abi Thalib?"

"Kalau saya pernah masuk surga atau neraka, tentu saya akan katakan kepada Anda siapa saja yang terlihat di dalamnya."

"Bagaimana pendapatmu tentang khalifah-khalifah yang lain?"

"Bukan tugasku menyelidiki amalan-amalan mereka."

"Siapakah di antara mereka yang kamu sukai?"

"Yang paling tunduk kepada Allah."

"Menurutmu siapakah yang paling tunduk kepada Allah?"

"Hanya Allah Yang Maha Mengetahui."

"Mengapa engkau tidak pernah tertawa?"

"Hati kita tidak sama."

Hajjaj menyuruh salah seorang prajuritnya untuk mengeluarkan permata yang mahal-mahal, seperti nilam dan mutiara untuk diletakkan di hadapan Sa'id. Melihat sikap buruk demikian Sa'id berkata, "Tidak ada gunanya Anda membanggakan harta karena harta itu tidak dapat menyelamatkan diri Anda dari dahsyatnya hari kiamat."

Hajjaj makin penasaran. Lalu diperintahkan lagi beberapa bawahannya untuk membawa alat-alat musik dan memainkannya di hadapan Sa'id. Namun ia tetap tidak bergeming. Ketika itu Hajjaj menjadi emosi. Dengan penuh kemarahan ia berkata, "Katakan dengan cara apa saya harus membunuh kamu Sa'id?"

Dengan tenang Sa'id menjawab, "Terserah Anda dengan cara apa saja, yang pasti Anda akan menerima balasan yang lebih pedih di akhirat nanti."

Setelah berpikir sejenak, lalu Hajjaj mulai membujuk seraya berkata, "Apakah kamu sudi meminta grasi? Saya bersedia memberimu ampunan."

"Saya hanya mau meminta ampunan kepada Allah, tidak kepada Anda."

Kesal karena tidak dapat membujuk Sa'id, akhirnya ia memanggil beberapa pengawal dan berkata, "Bawa dan bunuh dia!" Para pengawal dengan sigap memenuhi titah Hajjaj. Namun ketika mendekati pintu Sa'id tersenyum. Seorang pengawal memberitahukan hal itu kepada Hajjaj. Ia pun dipanggil kembali dan ditanya, "Mengapa kamu tersenyum?"

"Saya tersenyum karena heran melihat Anda berani melawan Allah."

Para prajurit sibuk menyiapkan natha', hamparan kulit kerbau yang biasa digunakan untuk menampung darah dan bangkai orang yang dihukum pancung dihadapan khalayak ramai. Ketika itu Hajjaj berseru, "Cepat bunuh dia!" Sa'id dipegang kuat-kuat, namun ia tidak melawan, malahan dengan tenang ia hadapkan wajahnya ke langit, sedangkan bibirnya tidak henti-hentinya menyebut Asma Allah. Melihat demikian, Hajjaj semakin geram, lalu berkata, "Tundukkan dan tekan kepalanya!"

Sa'id tidak peduli lagi dengan ocehan Hajjaj. Dengan penuh kesungguhan ia berucap, "Aku hadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh keikhlasan dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik."

Setelah itu Sa'id memalingkan wajahnya ke kiblat, tapi Hajjaj menyuruh para pengawal untuk memutar wajahnya sehingga membelakangi kiblat. Kendati demikian, ia masih membaca ayat, ".... kemana saja kamu menghadap, di situlah wajah Allah....: (QS Al-Baqarah 115). Hati Hajjaj semakin sakit karena siksaan batin yang dideritanya. Lalu ia memerintahkan , "Tekankan mukanya ke tanah!" Mendengar itu , Sa'id kembali membaca ayat, "Darinya (tanah) Kami menciptakan kalian, dan padanya Kami mengembalikan kalian, dan daripadanya (pula) Kami mengeluarkan (membangkitkan) kamu sekalian." (QS Toha 55)

Hajjaj bertambah kalap, lalu berseru, "Cepat potong lehernya!" Seketika lehernya ditekan kuat-kuat, ia berdoa, "Ya Allah, saya menjadi manusia terakhir yang dianiaya Hajjaj. Setelah hari ini janganlah Engkau beri kesempatan baginya untuk berbuat aniaya seperti ini kepada hamba-hamba-Mu yang lain. Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah." Pedang itu pun dengan cepat memotong lehernya. Berpisahlah kepala orang salih sesudah 49 tahun lamanya membawa jiwa yang besar. Semua yang hadir sempat tercengang karena menyaksikan kepala Sa'id terpisah dari badannya namun masih sempat menyebut Asma Allah dengan senyuman yang mengejek dunia.

Beberapa hari kemudian Hajjaj semakin tersiksa batinnya hingga mengalami gila, tak berapa lama kemudian ia mati.

nang Tahanyar (yang terbaru)

Berita Wafatnya Muhammad Saw
Topik: Kisah Sahabat

Pada saat tersebar berita tentang wafatnya Rasulullah, semua orang tampak kaku dan bingung dengan perasaan yang tidak menentu. Mereka bergelut dengan suatu kepedihan yang amat dalam walaupun sebelumnya telah ada isyarat akan meninggalnya beliau.

(Danny Hermansyah) -
Pada saat tersebar berita tentang wafatnya Rasulullah, semua orang tampak kaku dan bingung dengan perasaan yang tidak menentu. Mereka bergelut dengan suatu kepedihan yang amat dalam walaupun sebelumnya telah ada isyarat akan meninggalnya beliau. Diantaranya Rasul telah jatuh sakit sehingga tidak bisa keluar rumah untuk memimpin shalat berjama’ah, dan beliau telah memberikan wasiat-wasiat terakhir, sebagai indikasi bahwa beliau hendak berpamitan untuk kembali kepada Allah. Ummat pada saat itu telah menerima Qur’an dan ummat saat itu telah menerima khutbah perpisahan dan semua tak lain merupakan isyarat.

Tetapi tetap saja apa yang terjadi saat itu banyak yang tidak kuasa menerima kenyataan. Salah satunya adalah Umar, kala mendengar berita itu ia keluar rumah dan berkata pada setiap orang yang ia temui:
"Orang-orang munafik telah mengira Rasul meninggal. Beliau tidak mati, melainkan pergi menghadap Tuhannya sebagaimana telah dilakukan Musa bin Imran dahulu. Musa pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian kembali lagi setelah diberitakan mati. Demi Allah, Muhammad saw pasti akan kembali lagi! Siapa yang berani mengatakan beliau wafat akan kupotong tangan dan kakinya."

Begitu kira-kira yang diucapkan Umar, tetapi untung saat itu ada Abu Bakar yang paling disegani para sahabat termasuk Umar sendiri. Abu Bakar memerintahkan Umar untuk tenang dan diam, tapi Umar malah ngotot. Abu Bakar kemudian mengambil posisi di tengah-tengah kaum Muslimin dan berkata:
"Hai kaum Muslimin, barang siapa yang menyembah Muhammad, sekarang beliau telah wafat. Barang siapa menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan tidak mati."

Kemudian Abu Bakar membacakan Qur’an surat Ali-Imran ayat 144…."Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."

Sebenarnya Umar tahu tentang ayat itu, tetapi kecintaan Umar yang begitu dalam kepada Rasulullah menjadikan dia tak dapat mengendalikan emosinya. Ia tak mampu menerima kenyataan bahwa orang yang selama ini ia cintai meninggalkannya.

Orang yang sedih akan wafatnya Rasul sebenarnya bukan Umar saja, tetapi jauh sebelum meninggalnya Rasul, Abu Bakar telah membaca firasat ketika turunnya surat al-Maidah ayat 3, dan saat itu ummat Islam merasa gembira karena merasa Islam telah menjadi ajaran yang utuh. Tetapi Abu Bakar justru menilai lain. Beliau merasakan bahwa tugas Nabi telah selesai, dan logikanya Nabi akan segera menghadap Allah swt. Sejak saat itulah Abu Bakar banyak menangis.

Kecintaan para sahabat pada Rasul sungguh luar biasa dan itu tidak tumbuh secara dipaksakan tapi secara alamiah. Dalam proses perjalanan da’wah Islam, mereka menumbuhkan cinta kasih sayang. Dan ini berkaitan erat dengan karakter Rasul yang penuh pesona.

Ketika Perang Uhud pernah tersebar berita bahwa Rasul telah wafat. Berita itu menyebar begitu cepat, sehingga melemahkan tentara Islam yang sedang terdesak oleh musuh. Umar bin Khattab dan Thalhah yang bergabung bersama sahabat Muhajirin dan Anshar meletakkan senjata di tangannya. Saat itu Anas datang menghampiri mereka. "Kenapa kalian duduk?" tanya Anas.
"Rasulullah terbunuh," mereka menjawab lemah.
Anas berseru, "Lalu apa yang hendak kalian perbuat dengan hidup ini setelah beliau tidak ada? Ayo bangun! Matilah kalian sebagaimana beliau mati."

Seketika itu juga mereka menerima saran Anas dan bangkit. Anas sendiri terbunuh dalam peperangan itu.

nang Tahanyar (yang terbaru)

Berita Wafatnya Muhammad SAW
Diupdate pada hari: Selasa, 04 November 2003
Topik: Kisah Sahabat
Pada saat tersebar berita tentang wafatnya Rasulullah, semua orang tampak kaku dan bingung dengan perasaan yang tidak menentu. Mereka bergelut dengan suatu kepedihan yang amat dalam walaupun sebelumnya telah ada isyarat akan meninggalnya beliau.

(Danny Hermansyah) -
Pada saat tersebar berita tentang wafatnya Rasulullah, semua orang tampak kaku dan bingung dengan perasaan yang tidak menentu. Mereka bergelut dengan suatu kepedihan yang amat dalam walaupun sebelumnya telah ada isyarat akan meninggalnya beliau. Diantaranya Rasul telah jatuh sakit sehingga tidak bisa keluar rumah untuk memimpin shalat berjama’ah, dan beliau telah memberikan wasiat-wasiat terakhir, sebagai indikasi bahwa beliau hendak berpamitan untuk kembali kepada Allah. Ummat pada saat itu telah menerima Qur’an dan ummat saat itu telah menerima khutbah perpisahan dan semua tak lain merupakan isyarat.

Tetapi tetap saja apa yang terjadi saat itu banyak yang tidak kuasa menerima kenyataan. Salah satunya adalah Umar, kala mendengar berita itu ia keluar rumah dan berkata pada setiap orang yang ia temui:
"Orang-orang munafik telah mengira Rasul meninggal. Beliau tidak mati, melainkan pergi menghadap Tuhannya sebagaimana telah dilakukan Musa bin Imran dahulu. Musa pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian kembali lagi setelah diberitakan mati. Demi Allah, Muhammad saw pasti akan kembali lagi! Siapa yang berani mengatakan beliau wafat akan kupotong tangan dan kakinya."

Begitu kira-kira yang diucapkan Umar, tetapi untung saat itu ada Abu Bakar yang paling disegani para sahabat termasuk Umar sendiri. Abu Bakar memerintahkan Umar untuk tenang dan diam, tapi Umar malah ngotot. Abu Bakar kemudian mengambil posisi di tengah-tengah kaum Muslimin dan berkata:
"Hai kaum Muslimin, barang siapa yang menyembah Muhammad, sekarang beliau telah wafat. Barang siapa menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan tidak mati."

Kemudian Abu Bakar membacakan Qur’an surat Ali-Imran ayat 144…."Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."

Sebenarnya Umar tahu tentang ayat itu, tetapi kecintaan Umar yang begitu dalam kepada Rasulullah menjadikan dia tak dapat mengendalikan emosinya. Ia tak mampu menerima kenyataan bahwa orang yang selama ini ia cintai meninggalkannya.

Orang yang sedih akan wafatnya Rasul sebenarnya bukan Umar saja, tetapi jauh sebelum meninggalnya Rasul, Abu Bakar telah membaca firasat ketika turunnya surat al-Maidah ayat 3, dan saat itu ummat Islam merasa gembira karena merasa Islam telah menjadi ajaran yang utuh. Tetapi Abu Bakar justru menilai lain. Beliau merasakan bahwa tugas Nabi telah selesai, dan logikanya Nabi akan segera menghadap Allah swt. Sejak saat itulah Abu Bakar banyak menangis.

Kecintaan para sahabat pada Rasul sungguh luar biasa dan itu tidak tumbuh secara dipaksakan tapi secara alamiah. Dalam proses perjalanan da’wah Islam, mereka menumbuhkan cinta kasih sayang. Dan ini berkaitan erat dengan karakter Rasul yang penuh pesona.

Ketika Perang Uhud pernah tersebar berita bahwa Rasul telah wafat. Berita itu menyebar begitu cepat, sehingga melemahkan tentara Islam yang sedang terdesak oleh musuh. Umar bin Khattab dan Thalhah yang bergabung bersama sahabat Muhajirin dan Anshar meletakkan senjata di tangannya. Saat itu Anas datang menghampiri mereka. "Kenapa kalian duduk?" tanya Anas.
"Rasulullah terbunuh," mereka menjawab lemah.
Anas berseru, "Lalu apa yang hendak kalian perbuat dengan hidup ini setelah beliau tidak ada? Ayo bangun! Matilah kalian sebagaimana beliau mati."

Seketika itu juga mereka menerima saran Anas dan bangkit. Anas sendiri terbunuh dalam peperangan itu.

Sabtu, 06 September 2008

New From kawal

BILA DITAKDIRKAN MISKIN



Di kota Madinah yang damai. Beberapa orang miskin dari kaum Muhajirin menemui Rasulullah. Di hadapan rasul mulia tersebut,

----------


Di kota Madinah yang damai. Beberapa orang miskin dari kaum Muhajirin menemui Rasulullah. Di hadapan rasul mulia tersebut, orang-orang itu mengadukan sedikit kegundahan mereka. Tidak dalam nada protes, hanya semacam memohon penjelasan.

“Wahai Rasulullah, alangkah beruntungnya orang-orang kaya. Mereka bisa berjuang seperti kami, mereka bisa sholat seperti kami. Tapi mereka bisa berinfaq dengan kekayaan mereka. Sementara kami tidak,” begitulah keluhan yang mereka sampaikan.

Mendengar pengaduan itu, Rasulullah menjawab dengan penuh kasih sayang, “Maukah kalian aku beritahu tentang amalan yang bisa menjadikan diri kalian seperti mereka? Bacalah tasbih (subhanallah) tiga puluh tiga kali, tahmid (alhamdulillah) tiiga puluh tiga kali, dan takbir (Allahu Akbar) tiga puluh tiga seusai sholat.”

Mendengar jawaban Rasulullah tersebut orang-orang miskin pun lega. Mereka pulang membawa ketenangan dan kedamaian.

Tapi beberapa waktu kemudian, orang-orang kaya itu mendengar tentang amalan yang diajarkan Rasulullah kepada orang-orang miskin tersebut. Dan orang-orang kaya itu pun membaca wirid seperti yang dilakukan orang-orang miskin itu. Mereka mengucapkan tasbih, tahmid, dan takbir setiap usai sholat.

Mendengar hal itu orang-orang miskin itu kembali menghadap Rasulullah, serta menjelaskan apa yang terjadi. Bahwa orang-orang kaya juga melakukan apa yang mereka lakukan.

Akhirnya Rasulullah pun memberi jawaban, “Itu adalah karunia yang diberikan Allah kepada siapa yang Dia kehendaki.”

---

Hidup adalah ujian, seorang yang kaya diuji dengan kekayaannya, seorang miskin diuji dengan kemiskinannya, seorang yang pintar atau bodoh maka ia diuji dengan kepintaran dan kebodohannya itu, seorang pemimpin maka ia diuji dengan kepemimpinannya. Sesungguhnya ada kehidupan abadi setelah di dunia ini, karena Allah Maha Adil. Sehingga kita perlu waspada dengan segala kondisi yang melekat pada diri kita.

Minggu, 17 Agustus 2008

BERSELIMUT JUBAH RASUL

Umar bin Khaththab yang saat itu hadir menemani Nabi, memberi isyarat agar Rasulullah saw menolak dan tidak memenuhi keinginan Abdullah bin Ubay. Tapi Nabi Muhammad saw tidak menuruti apa yang diinginkan Umar. Nabi Muhammad saw segera melepas jubahnya dan menutupkannya ke tubuh Abdullah bin Ubay...
----------
Suatu hari, Nabi Muhammad saw didatangi Abdullah, putra Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik di Madinah. Dengan wajah sedih, sahabat yang selalu bertentangan dengan ayahnya itu, menceritakan bahwa Abdulah bin Ubay sedang sakit keras. Sang ayah dan menginginkan Rasulullah saw supaya bersedia menjenguknya.Rasulullah tidak keberatan. Beliau menjenguk rumah dedengkot para pengkhianat yang sangat licik itu. Tiba-tiba, melihat Nabi Muhammad saw berada di dekatnya, Abdullah bin Ubay memelas kepada Nabi Muhammad untuk melepas jubahnya dan menyelimutkannya ke tubuhnya yang tengah meregang menghadapi maut.Umar bin Khaththab yang saat itu hadir menemani Nabi, memberi isyarat agar Rasulullah saw menolak dan tidak memenuhi keinginan Abdullah bin Ubay. Tapi Nabi Muhammad saw tidak menuruti apa yang diinginkan Umar. Nabi Muhammad saw segera melepas jubahnya dan menutupkannya ke tubuh Abdullah bin Ubay. Keinginan Abdullah bin Ubay terlaksana: meninggal dunia dengan berselimutkan jubah Nabi Muhammad saw.Tentu saja Umar bin Khaththab merasa penasaran dan heran. Sepulang dari rumah Abdullah bin Ubay, Umar bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, saya tidak habis pikir dengan sikapmu. Saya betul-betul tidak mengerti. Bukankah Abdullah bin Ubay adalah musuh besarmu, dan juga musuh besar umat Islam?Nabi mengangguk, “Ya betul.”“Tapi alangkah beruntungnya Abdullah bin Ubay, dapat mati dengan berselimutkan jubahmu. Padahal kami para sahabatmu yang setia, yang senantiasa mendampingimu, belum tentu mendapatkan nasib sebaik itu?”.Nabi tersenyum dan menjawab, “Sahabatku Umar. Engkau jangan berpikiran sempit. Memang Abdullah bin Ubay meninggal dunia dengan berselimutkan jubahku. Namun ketahuilah, Abdullah bin Ubay takkan selamat karena memakai jubahku. Sebab jubahku takkan menyelamatkan siapa-siapa. Manusia hanya akan selamat karena iman dan amal shalihnya.”Mendengar penjelasan Nabi, Umar pun tersenyum.
3 HAL MEMBAWA KEUNTUNGAN

Pada suatu hari al-Imam Asy-Syafi'i ra datang berkunjung ke rumah al-Imam Ahmad bin Hambal. Seusai makan malam bersama, al-Imam Asy-Syafi'i masuk ke kamar yang telah disediakan untuknya dan beliau segera berbaring hingga esok fajar.
----------
Sabili No.21 Th.IX Pada suatu hari al-Imam Asy-Syafi'i ra datang berkunjung ke rumah al-Imam Ahmad bin Hambal. Seusai makan malam bersama, al-Imam Asy-Syafi'i masuk ke kamar yang telah disediakan untuknya dan beliau segera berbaring hingga esok fajar.Puteri Imam Ahmad yang mengamati Imam Syafi'i sejak awal kedatangannya hingga masuk kamar tidur terkejut melihat teman dekat ayahnya itu. Dengan terheran-heran ia bertanya, "Ayah...., ayah selalu memuji dan mengatakan bahwa Imam Syafi'i itu seorang ulama yang amat alim. Tapi setelah kuperhatikan dengan seksama, pada dirinya banyak hal yang tidak berkenan di hatiku, dan tidak sealim yang kukira."Imam Ahmad agak terkejut mendengar perkataan putrinya. Ia balik bertanya, "Ia seorang yang alim anakku. Mengapa engkau berkata demikian?"Sang putri berkata lagi, "Aku perhatikan ada tiga hal kekurangannya, Ayah. Pertama, pada waktu disuguhi makanan, makannya lahap sekali. Kedua, sejak masuk ke kamarnya, ia tidak shalat malam dan baru keluar dari kamarnya sesudah tiba shalat subuh. Ketiga, ia shalat subuh tanpa berwudhu."Imam Ahmad merenungkan perkataan puterinya itu, maka untuk mengetahui lebih jelasnya dia menyampaikan pengamatan puterinya kepada Imam Syafi'i.Maka Imam Syafi'i tersenyum mendengar pengaduan puteri Imam Ahmad tersebut. Lalu ia berkata, "Ya Ahmad, ketahuilah olehmu. Aku banyak makan di rumahmu karena aku tahu makanan yang ada di rumahmu jelas halal dan thoyib, maka aku tidak meragukannya sama sekali. Karena itulah aku bisa makan dengan lahap. Lagi pula aku tahu engkau adalah seorang pemurah. Makanan orang pemurah itu adalah obat, sedangkan makanan orang kikir adalah penyakit. Aku makan semalam bukan untuk kenyang, akan tetapi untuk berobat dengan makananmu, ya Ahmad. Sedangkan mengapa aku semalam tidak shalat malam, karena ketika aku meletakkan kepalaku di atas bantal tidur, tiba-tiba seakan aku melihat di hadapanku kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. Dengan izin Allah, malam itu aku dapat menyusun 72 masalah ilmu fikih Islam sehingga aku tidak sempat shalat malam. Sedangkan kenapa aku tidak wudhu lagi ketika shalat subuh karena aku pada malam itu tidak dapat tidur sekejap pun. Aku semalam tidak tidur sehingga aku shalat fajar dengan wudhu shalat Isya'.

Sabtu, 02 Agustus 2008

Short story From me for you All My friends

Desa Kenangan



Andi sudah sibuk sejak tadi pagi, Ia akan pulang kembali kerumah di Banjarmasin karena liburan akan segera berakhir. Selama liburan Andi pergi ke rumah neneknya di desa untuk rekreasi sekaligus refreshing. Neneknya mempersiapkan pakaian-pakaian milik Andi Sebentar lagi mobil ayah dan ibunya datang untuk menjemputnya. Andi membereskan barang-barangnya yang sangat berantakan, ia tidur satu kamar bersama dengan pamannya di lantai dua rumah neneknya. Saat asik-asik membereskan barang, tidak sengaja pandangannya tertuju pada sebuah foto yang bingkai dan kacanya sedikit berdebu sehingga gambar di foto itu tidak begitu jelas.


Andi berjalan kearah foto yang diletakkan diatas lemari setinggi satu setengah meter yang dari tadi seolah memanggil-manggil dan membuatnya sangat penasaran. Diambilnya foto itu dan ia bersihkan kacanya. Nampaklah sekarang gambar enam orang anak seumurannya difoto itu. Foto itu masih hitam putih dan nampak sangat usang, mungkin sudah sekitar tiga puluh tahun usia foto itu.


Ada empat orang anak laki-laki dan dua anak perempuan yang berdiri dengan tersipu malu. Ia Sangat kaget setelah benar-benar mengamati foto itu, salah satu dari anak laki-laki itu sangat mirip dengannya. Anak itu memakai kemeja dengan lengan yang dilipat, raut dan lakon anak itupun sangat persis dengan dirinya.


Andi penasaran dan segera berlari sembari memanggil neneknya yang sedang mempersiapkan oleh-oleh dan memasukkan pakain Andi kedalam tas dikamar lantai bawah. Ia sangat tergesak-gesak sehingga ia terpleset saat menuruni sebuah tangga yang tingginya sekitar tiga meter dan ia terpinkal jatuh hingga pingsan.


Tak begitu lama ia tak sadarkan diri, Andi mulai membuka matanya perlahan, ia dibaringkan disofa ruang tamu. Ia merasakan sedikit pusing karena kepalanya sedikit terbentur lantai saat jatuh tadi, untung hanya mengalami geger otak ringan. Ia bangkit dari pingsannya, ia mencari sosok neneknya dan masih teringat dengan foto itu, ia ingin mempertanyakan perihal siapa anak yang sangat mirip dengannya difoto itu, tapi neneknya tidak ada.


Ia baru sadar bahwa ia dikelilingi lima orang anak kecil seusianya yang duduk memperhatikan keadaannya. Andi bingung darimana datangnya dan siapa mereka. Ia merasa tidak asing dengan keenam orang anak itu, tapi ia tidak pernah melihat mereka selama berada di kampung. Salah satu anak perempuan dari mereka mulai mengajak bicara dengan Andi. ”Aku Fatimah, ini Lya, Komar, Rahmad dan yang paling kecil ini Musa.”. Sepertinya Musa anak yang paling muda, karena perawakannya kecil dan wajahnya sekitar dua tahun lebih muda dari yang lain.


Andi masih berpikir tentang neneknya dan ingin mencarinya, kelima anak itu seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Andi.


”Nenekmu ada di kebun, kamu mau mencari beliau, ayo kami antar.” Ucap Fatimah sambil tersenyum seraya menoleh kearah teman-temannya.

Andi mengiakan saja tawaran itu. Mereka segera keluar rumah dan berjalan menuju kebun. Andi mulai merasa aneh, sepertinya suasana desa tidak seperti yang selama ini ia rasakan. Kala itu ia merasa desa lebih klasik, natural dan sangat tradisional. Namun Andi tidak begitu memikikannya, fikirannya tertuju pada pencarian si nenek. Mereka berjalan menyusuri ladang padi yang nampak hijau tepat berada dekat lereng gunung, sangat indah dengan pemandangan nuansa pegunungan yang menyejukkan hati. Padi baru mulai ditanami, air irigasi sangat jernih, sesekali terlihat ikan Gabus yang sedang berenang, mungkin sedang mencari ikan atau menjaga anak-anaknya. Setelah itu mereka melewati sebuah jurang yang dibawahnya banyak sekali pohon Bambu, mereka hanya melihat daunnya saja dari atas.


Perlahan Andi mterlupa dengan neneknya, ia hanyut dalam kegembiraan bersama teman barunya. Mereka mapir sebentar di saung tepat ditengah sawah. Ada beberapa petani sedang menanam padi yang nampak kecil dari kejauhan. Mereka Asik bermain bersuka- ria.


Hari sudah hampir siang, mereka kembali menuju rumah. Mereka mampir sebentar di rumah Musa. Andi baru ingat, ia harus pulang ke bnajarmasin hari itu karena besok lusa ia sudah harus pergi ke sekolah lagi. Andi mengutarakan kepada temannya tentang perihal itu. Rahmad seolah mencegah kepulangan Andi.,


”Masa kamu mau pulang, kan kita baru berteman?.” Ucap Rahmat dengan wajah sedikit kecewa.


Andi menjelaskan kalau dia harus pulang dan sekolah lagi besok lusa. Teman-teman baru mereka itupun akhirnya mau mengerti.


Ia diantar teman-temannya menuju rumah neneknya. Mereka berjalan dengan sangat ceria. Musa si yang paling kecil itu mengajak untuk berfoto bersama sebelum kepulangan Andi tepat dihalamn rumah neneknya. Setelah itu, Andi masuk rumah tapi tidak juga mendapati neneknya. Ia mengajak temannya untuk mencari dibelakang rumah, mungkin nenek sedang mencuci pakaian di sungai belakang rumah pikirnya.


Mereka akhirnya sampai disungai yang berjarak lima puluh meter dari rumah neneknya. Air sungai nampak ganas, deras dan dalam, Andi mencari kearah hulu sungai bersama Rahmad dan Lya, sedang yang lain mencari ke arah hilir. Ia tidak menemukan seorangpun disana. Ketika ia hendak kembali kerumah, ia tersentak mendengar teriakan seorang anak perempuan, tampaknya itu suara Fatimah. Ia berteriak minta tolong. Andi bergegas berlari bersama temannya Rahmad dan Lya kearah suarua itu berasal. Didapatinya Fatimah menangis smbil menunjuk kearah sesuatu yang mengapung. Ia baru sadar, bahwa yang hanyut itu adalah sikecil Musa. Ia segera berlari sambil meminta rahmad dan Lya mencari pertolongan.


Andi segera berlari mengejar Musa, ketika sudah dekat ia dengan segera menceburkan diri kesungai dan menarik Musa, Andi sangat panik dan tidak tenang sehingga berkali-kali terminum air dan kemasukan air lewat hidung, kepalanya jadi pusing, arus sangat deras semakin menyusahkannya untuk berenang dengan stabil. Akhirnya Musa bisa dikeluarkan dari ganasnya sungai, namun ternyata ia sudah menjadi jasad.


Andi berteriak sedih atas penyesalannya yang tidak bisa dengan segera menyelamatkan nyawa Musa. Disisilain, ia kelelahan dan mulai merasa mual karena terlalu banyak terminum air sungai. Warga akhirnya datang. Jasad Musa dibawa kerumah orang tuanya. Iandi pulang kerumah dan tidak ayal ia jatuh pingsan.


Tidak lama kemudian ia terbangun. Kepalanya terasa pusing dan rasa mual perutnya sudah mulai hilang. Ketika ia membuka mata ia melihat orang-orang yang ia sayangi mengelilinginya yaitu nenek, ayah, ibu, kakak dan adiknya yang sudah datang untuk menjemputnya. Ia segera memeluk neneknya.


”kamu tadi terjatuh dari tangga dan pingsan.” Ujar nenek yang sangat perhatian dengan cucunya.


Andi tidak merasa kalau dari tadi yangannya memegangi sebuah foto yang ingin ia pertanyakan. Ia baru menyadari akan hal itu dan langsung mempertanyakan tentang foto itu. Lalu neneknya menyebutkan nama-nama difoto itu. Neneknya menunjuk anak-anak difoto itu sambil mengingat nama-nam mereka.


”ini nenek waktu muda,”. Neneknya sambil menunjuk kepada gadis yang bernama Fatimah.


Andi baru sadar akan nama neneknya. Ia baru ingat bahwa nama panjang neneknya Siti Fatimah, namun orang lebih sering memanggil nenek Siti dikampungnya.


”Ini Rahmad, Lya, dan Burhan. Mereka teman nenek waktu kecil. Dan yang paling Muda ini namanya Musa, tapi dia meninggal waktu masih kecil, tenggelam disungai karena tidak bisa berenang” Ujar neneknya sambil terharu mengenang peristiwa masa kecilnya itu.


Andi merasa ada yang janggal, ia mendengar neneknya mengenalkan lima orang anak. Padahal seingatnya tadi ada enam gambar anak seusia dia. Ia melihat kembali foto itu. Aneh, ia kaget namun hanya disimpannya dalam hati. Ia teringat dengan foto bersama didepan rumah neneknya, terlihat itu memang halaman rumah neneknya, tapi terlihat sedikit berbeda dengan sekarang. Ia tidak mendapati foto anak yang mirip dengannya, ia hanya melihat gambar lima orang anak difoto itu, tapi telihat ada jarak antara tempat berdiri neneknya dengan Burhan, Ia ingat bahwa itu adalah posisi ia berdiri saat foto bersama. .Ia merasa bahwa hari itu benar-benar menjadi hari yang tak kan pernah terlupa dari ingatannya.Ibnul Anwar


Malang 29 juli 2008






Juned- Ada CINTA di Sekolah



Juned adalah seorang siswa kelas 3 MAN2 Martapura. Ia adalah anak yang lucu, ceria, kreatif dn kocak, tingkah lakunya yang konyol selalu membuat orang lain tertawa. Dibalik semua itu ia juga kadang suku berlaga dingin (Cool) biar dibilang keren, tapi pada saat dia berlaga seolah keren, ada saja hal konyol yang membuat semua berantakan dan membuat orang lain menertawakannya.


Ia senang sekali menyapa gadis-gadis adik kelas satu sekolahnya yang cantik dan manis sambil melambaikan tangan kepada mereka dengan penuh percaya dan keyakinan bahwa gadis-gadis itu menyukainya. Benar-benar narsis, tapi pada dasarnya ia anak yang bersahabat, setia kawan, pemurah, setia kawan dan sangat baik hati.


Suatu pagi dia mendapati sosok yang membuat jantungnya berdegub sangat kencang, ia melihat seorang cewe manis yang dari tadi duduk didepan perpustakaan yang langsung berseberangan dengan kelas Juned., kala itu Juned sedang asik nongkrong sambil bercanda dengan teman-temannya.Gadis itu mungkin ingin meminjam buku bersama dua orang temannya Puspa dan Silvy. Juned jadi salah tingkah saat mata mereka bertatapan. Ia langsung melambaikan tangan kepada gadis itu. Biasanya lambaian tangan Juned selalu dibalas pula dengan lambaian tangan oleh gadis yang ia sapa lewat lambaian tangan ajaib itu, seperti mantra penyihir yang bisa menghipnotis setiap musuh-musuhnya menjadi tidak berdaya dan takluk ditangannya. Tapi kali ini lain, gadis itu tidak membalas apap-apa, Juned jadi heran, ia bergumam dalam hati sambil memandangi tangannya yang sedang melambai-lambai ”Kok tidak sakti lagi?”, setelah melihat Juned melambaikan tangan, gadis itu malah pergi bersama kedua temannya itu dan seolah menganggap Juned hanya angin lalu.


Juned jadi sangat malu dengan teman-temann yang sedari tadi duduk nongkrong disekitar kelas sambil memperhatikan. Teman-teman Juned bersorak sambil menertawainya melihat Juned yang tidak dihiraukan gadis itu. Juned juga tertawa sambil menahan malu. Ia jadi penasaran, baru kali ini di cuekin sama seorang cewe. Ia langsung mencari tahu cewe itu.


Akhirnya Juned tahu siapa nama nama cewe itu, namanya Rina anak kelas 2 IPA ketua sanggar Drama di sekolahnya. Ia diberi tahu oleh temannya Rina yaitu Puspa. Puspa sebenarnya suka sama Juned, tapi Junednya hanya cuek dengan pura-pura tidak mengetahui perasaan Puspa. Iapun tidak lupa ameminta nomor Hp Rina kepada Puspa. Malam ini ia berniat akan mengajak Rina kenalan.


Akhirnya malam itu ia ajak kenalan si cewe cuek yang tidak mau membalas jurus lambaian tangannya. Cewe itu tidak secuek yang ia kira, malah Rina menanggapinya dengan penuh perhatian, juned jadi melayang, ternyata cewe itu baik. Besoknya ketika sampai disekolah, Juned bertemu dengan Rina di dekat pintu gerbang. Juned sengaja menunggu Rina, ia ingin lebih dekat lagi dengan Rina, mungkin ia sedang jatuh Cinta. Hee...he...he...


Sebulan sudah berlalu, mereka semakin dekat.kal itu Juned baru datang dari study tour mereka di kota Malang. Ketika berangkat keMalng, Juned lupa membawa uang berlebih, ia hanya membawa uang seadanya, sehingga ia tidak bisa mebelikan oleh-oleh untuk Rina, padahal ia sudah berniat sejak sebelum berangkat. Akhirnya ia minta usul Udin apa yang harus ia lakukan.


”Kamukan baru datang dari Malang, masa Ga’ bawa apa-apa untuk Rina, payah banget?.” sambil mengernyitkan dahinya.

”lantas bagaiman aku, Din?” jawab Juned.


”Kamu beli saja oleh-oleh apa ke, di Banjarmasin, si Rina juga ga’ bakal tau kalau kamu beli disini, ketimbang kamu malau ga’ bawa apa-apa untuknya.” ujar Udin


Akhirnya ia meminta Ridho untuk membelikan sesuatu, kebetulan Ridho tinggal di Banjarmasin dan kala itu ia sedang pulang ke Banjarmasin. Ridho sekolah di MAN2 Martapura dan tinggal dirumah neneknya. Ridho membelikan sebuah tas di Ramayana. Ta itu sangat menarik, warna biru dan tidak terlalu banyak hiasannya, sangat sesuai dengan yang Juned kehendaki.


Hari berikutnya, Juned pergi ke kelas Rina dengan penuh percaya diri untuk menyerahkan tas itu kepada Rina. Ia berjalan perlahan, semakin dekat dengan kelas Rina, semakin gugup pula dirinya.


Ia sudah sampai didepan kelas Rina, ia minta panggilkan Rina kepada teman Rina yang terlihat agak nakal, namanya Linda. Rina keluar sambil melemparkan senyum kepada Juned, ia ditamani Puspa.


”Bagaiman Studytournya?” Tanya Rina.

Juned hanya diam dan menunduk, ia malu dilihat teman-teman Rina yang seang nongkrong-nongkrong didepan kelas Rina.Juned berusaha melepaskan rasa malunya, tapi ia tidak sanggup.


”Menyenangkan di Malang. Ini...?” Juned masih menunduk sambil menyodorkan tangan yang memegang kado yang sedikit berantakan bungkusannya, ia membungkus sendiri kado itu.


Ternyata yang mengambil Puspa, ” terima kasih ya?.” Ujar Puspa sambil tersenyum.


Tiba-tiba si Linda yang nakal itu mengambil kado itu dari tangan Puspa tanpa permisi. Ia langsong naik ke atas bangku yang diletakkan didepan kelas mereka. Ia berteriak sambil tertawa terbahak-bahak dengan perasaan penuh kemenangan.


”Hey temen-temen, ada cinta ka Juned di sekolah.”


Teman-teman yang dari tadi duduk sambil ngobrol segera bersora sambil melihat ke arah Juned dan Rina. Juned jadi memerah, Rina hanya diam saja, ia cuek pada teman-temannya sambil tersenyum, ia sudah sering digosipkan seperti itu.


Juned langsung beranjak dari tempatnya berdiri, ia ingin sekali lari dan cepat-cepat menghilang, ia sangat malu. Tapi ia murungkan niatnya ia masih sempat berpikir. ”kalau aku lari, aku jadi seperti anak kecil, tidak elegan.” ia hanya berjalan sambil memadamkan rasa malunya dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya, ”Biar terlihat keren.” pikirnya dalam hati.


Besoknya,,,


Hari ini Juned CS akan bertanding dalam partai final turnamen sepakbola MAN 2 MTP CUP. Kelasnya bertemu dengan kelas 3 IPA 2, sedangkan ia adalah kelas 3 IPS 2. Ia mendapat kabar bahwa ada seorang cowo yang juga naksir sama Rina dari kelas lawannya dalam pertandingan itu, namanya Anton. Pertandingan berlangsung sangat sengit. Juned berlaku sebagai kiper, ia berusaha mati-matian mempertahankan gawangnya agar tidak kebobolan. Ternya Anton juga kiper di kelas 3 IPA 2. mereka sama-sama kiper andalan sekolah dalam setiap pertandingan antar sekolah, dan kali ini mereka harus berusaha untuk membuktikan siapa yang terbaik dan pantas menjadi kiper terbaik sekolah sekaligus mengambil perhatian dari Rina.


Pertandingan berlangsung dengan skor imbang satu sama, dan harus di lanjutkan dengan babak tambahan dua kali lima belas menit. Babak tambahan berlangsung sangat panas, walaupun kedua tim sama-sama sudah kendor akibat tenaga yang sudah banyak terkuras. Skor tidak juga mengalami perubahan hingga akhirnya pertandingan harus diselesaikan dengan adu finalti.


Drama finalti memang sangat mengesankan dan menjadi memen yang sangat menegangkan bagi setiap pemain. Juned melihat sosok Rina dari kejauhan, ia baru sadar kalau Rina memperhatikannya sejak awal pertandingan. Juned langsung berkobar semangatnya, ia jadi bersemangat dan seolah mendapat spirit baru. Dan akhirnya mereka menang dengan skor 5-1. Itu merupakan even pembuktian dan partai mempertaruhkan harga diri baginya.


Selesai pertandingan, ia berbaring sambil menatap langit penuh kemenangan, ia merasa baru datang dari medan perang melawan penjajah Belanda.


Tiga tahun kemudian,,,

Juned bangun dari tidurnya, ia membuka komputernya, walpaper di Desktopnya adalah sebuah foto tiga orang gadis, mereka adalah Rina, Silvy, dan Puspa. Ia tidak menghiraukan gambar itu,ia langsung membuka MS Word dan mulai mengerjakan tugasnya. Sekarang Juned kuliah di UIN Malang, sedangkan Rina melanjutkan kuliahnya di IAIN Antasari banjarmasin. Selesai mengerjakan tugas makalahnya, ia menutup MS Word dan ia kembali melihat gambar itu. Kali ini ia memperhatikan gambar itu sambil tersenyum mengingat kisah masa lalunya yang sangat indah dulu. Ia teringat kata-kata dari Rina.

”Kalau kita jodoh, kita pasti akan hidup bersama, hanya tuhan yang tahu.”


Sebuah kata bijaksana dan penuh arti yang selalu ia ingat , penuh dengan tanda tanya dan harap dalam hatinya. apakah ia kan bersama dengan Rina kelak.